SMARTnewsroom.com - Isu Pungutan Liar (Pungli) untuk tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi terus bergulir, selain para calo dan pelaku penipuan, praktik haram itu disebut melibatkan oknum orang dalam perusahaan, termasuk Tenaga Kerja Asing (TKA).
Namun menurut informasi dari sumber yang diterima SMARTnewsroom.com, oknum TKA yang bermain dalam pungli tenaga kerja itu kini sudah dipulangkan. Entah karena modusnya diketahui atau memang sudah tidak lagi bekerja di perusahaan.
"Kalau oknum-oknumnya, ada juga dulu TKA 'main' juga. Tapi sudah pulang si TKA itu. Kalau sekarang enggak tahu TKA masih main atau enggak. Dulu ada yang minta pegawai baru ya ke saya, katanya mungkin di kampung saya ada yang masih mau kerja, si misternya ini katanya minta sekian, dulu itu buat perempuan Rp 5 juta, untuk laki--laki Rp 8 juta," cerita C, salah seorang buruh yang mengaku pernah menjadi korban pungutan liar (pungli) tenaga kerja kepada SMARTnewsroom.com, Selasa (12/3/2024).
Menurut C, para oknum orang dalam tersebut memainkan perannya secara berjenjang, jabatan mereka mulai dari operator sampai supervisor hingga preman di lingkungan pabrik. Bahkan pernah ada menurut C perekrutan besar-besaran per orang dimintai uang Rp 2,5 juta.
"Karena mungkin banyak yang mau kerja, jadi banyak peminat. Oknum ini minta dp Rp 2,5 juta tiap satu orang. Uang itu mengalir kemana-mana, oknum A, B, C nah saat sampai si oknum C uangnya mandek enggak disetor entah mungkin ke atasan lagi atau bagaimana. Akhirnya yang kena pengawas saya waktu itu, harus ganti uang sampai Rp 60 juta ke pelamar yang gagal kerja, sementara tiga oknum tadi itu kabur," ujar C.
C menyebut alur pungutan liar (pungli) di Kabupaten Sukabumi untuk tenaga kerja berlangsung secara masif dan terstruktur. Menurutnya statemen dari Disnakertrans Sukabumi soal melakukan pembinaan kepada HRD saja tidaklah cukup karena aksi pungli dilakukan berjenjang.
"Level operator sampai HRD, oknum personalia, oknum serikat pekerja, preman-preman di depan juga banyak yang punya akses langsung ke oknum yang berpengaruh di dalam perusahaan," ujar C.
Pungutan liar (pungli) juga diceritakan C tidak hanya sebatas di perekrutan tenaga kerja, di tahun-tahun awal terjadinya COVID-19 terjadi PHK besar-besaran oleh sejumlah pabrik. Saat PHK pertama tidak ada oknum yang memanfaatkan uang pesangon. di gelombang kedua PHK para oknum ini ikut bermain di pesangon.
"Zaman Covid ada PHK besar-besaran, putaran pertama enggak dimanfaatkan oknum. Putaran kedua mulai ada celah pungli lagi, mereka yang mau mendapatkan pesangon PHK harus siap memberikan uang Rp 5 juta. Yang masa kerja 6 tahun ke atas rata-rata dapat Rp 40 juta, kalau yang 10 tahun kira-kira Rp 70 juta. Yang ingin di-PHK harus mengeluarkan uang Rp 5 Juta, oknum minta Rp 5 juta bahkan ada pekerja yang sampai didatangi ke rumahnya sama oknum untuk uang segitu," ujarnya.
Pengalaman serupa juga diceritakan R, ia ditawari masuk di salah satu pabrik di Kabupaten Sukabumi. Perempuan berusia 22 tahun asal Warungkiara itu mengaku dimintai uang sebesar Rp 7 juta oleh seorang kenalannya yang sudah lebih dulu bekerja di pabrik tersebut.
"Ia saya dimintai Rp 7 juta, katanya uang itu untuk dibagikan ke beberapa orang dalam, dipastikan bisa bekerja enggak ribet. Saat itu saya nolak, tapi teman saya yang lain jalanin berikan uang akhirnya lolos," cerita R.
Sementara itu, Ketua Saber Pungli Kabupaten Sukabumi Kompol Rizka Fadhila, mengaku akan menindaklanjuti informasi soal pungli tersebut.
"Siap, informasi akan kami tindak lanjuti. Kami akan koordinasi dengan Disnaker untuk menindaklanjuti aduan masyarakat tersebut," tutup Ketua Saber Pungli Kabupaten Sukabumi Kompol Rizka Fadhila. (Dor).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar